Kamis, 24 Juni 2010

sejarah kota maumere

Sebuah Kota yang merupakan kebanggaan generasi masa lalu,masa kini dan masa datang.Dicuplik dari dari buku karangan Bapak E.P. da Gomez-Oscar P.Mandalangi yang berjudul 'DON THOMAS PELETAK DASAR SIKKA MEMBANGUN'


Alok Wolokoli atau Alok Sikka


Kata sahibul hikayat, bahwa WURING, BEBENG dan WAIDOKO, tiga kampung mungil yang terletak kurang lebih tiga kilometer ke jurusan barat kota Maumere sekarang, sudah terkenal sejak lama. Letak pelabuhannya yang strategis dengan teluknya yang permai dan lautnya yang cukup dalam dan bening bersih ketika itu, menjadi kolam yang aman buat para pelaut dan nelayan membuang sauh perahu atau sampannya.
Di kampung itu, bermukim para pemasak garam, orang-orang keturunan THOMAS DIDIMUS DA GAMA alias THOMAS DEDE AMANG, putra Morenho AGUSTINHO DA GAMA, seorang rasul awam keturunan Portugis yang berkarya sebagai penyiar agama Katolik.
Menurut perkiraan para sejarahwan lokal, seperti Oscar Pareira Mandalangi, bahwa THOMAS DEDE AMANG menetap di tempat ini sekitar tahun 1700. Sebelumnya ia berdiam di kampung Sikka, ibunegeri Kerajaan Sikka.


Arah ke timur WURING-WAIDOKO, terdapat kampung HEET WOLOKOLI(Heet Wolokoli sebenarnya ada di Nelle. Mereka turun ke Maumere untuk berburu di dataran Maumere yang sangat luas itu. Akhirnya sebahagian bidang tanah sekitar bukit Iligetang menjadi milik keluarga Sadipun, turunan lurus dan Sadok Lodang. Thomas Dede Amang juga memiliki sebahagian dataran itu karena ulah pertumpahan darah yang terjadi gara-gara Sadok Lodang, sehingga dibuatlah pemisahan bidang bagi Keluarga Thomas Dede Amang yang sebenarnya bemama asli Thomas Didimus da Gama.)dengan pelabuhannya ALOK WOLOKOLI, artinya pelabuhan penduduk Wolokoli. MOANG SADOK LODANG, pembesar kampung Heet Wolokoli, memberikan kepada Thomas Dede Amang, sebuah lokasi yang indah dan tampan di pinggir teluk pelabuhan tersebut. Para pemasak garam tersebut, ada yang berpindah tinggal dan meneruskarr usahanya ke Alok Wolokoli itu, karena lalu lintas angkutan laut yang ramai. Dengan demikian produksi garamnya selalu mendapat pasaran yang lumayan dan tetap.
Di situ menjadi tempat pertemuan orang-orang pedagang ash Sikka Krowe dengan pedagang Bugis, Makassar, Maluku dan Kompani Belanda. Di ping¬girannya ada pula gubuk yang dibangun orang Makas¬sar. Lama-kelamaan lokasi ini berkembang menjadi pasar barter. Selain itu tidak luput dad kemungkinan huru-hara akibat gencarnya transaksi penyelundupan candu, obat bius dan obat bedil.
Melihat perkembangan itu maka Raja Sikka DON COSMO SEMAO DA SILVA mengutus MOANG JUANG KORUNG DA CUNHA untuk menjaga dan mengatur pelabuhan Alok Wolokoli ini demi kepentingan Kerajaan Sikka. Moang Juang Korung da Cunha sebagai Syahbandar dengan sebutan "Comandanti", bertugas memetik bea pelabuhan. Beliau memilih tempat diam di sebelah kali Alok Wolokoli dan kemudian mendirikan KAMPUNG KABOR dan sebuah "benteng" di pantai terletak di teluk yang mencekung indah. Di depannya terhampar gugusan pulau yang timbul tenggelam di pelataran samudera biru yang luas membentang. Tanpa berkontak dengan penduduk asli di daratan, mereka serentak menyebut pelabuhan Alok Sikka yang dikaguminya itu dengan sebutan yang biasa digunakan pelaut Ende: MAUMERE, pelabuhan besar (bahasa Ende, ma'u = pelabuhan; mere = besar). Tim ekspedisi kelautan ini serta-merta mencatat nama MAUMERE untuk pelabuhan ini (ingat, nama-nama pelabuhan lain seperti Maunori, Mautenda, Maurole, Maumbawa, Mauponggo, Mauloo, Maubara di Timor dan lain-lain). Alhasil, nama MAUMERE menjadi istilah resmi dalam administrasi pemerintahan Kolonial Belanda di Batavia, dan terbawa terus sampai sekarang.

Kapan Nama "MAUMERE" Mulai Populer

Nama MAUMERE dibaptiskan oleh orang-orang Ende. Begitulah menurut versi ceritera yang diungkap di atas. Siapa pemberi nama itu, tak pernah diketahui. Dan kapan nama MAUMERE ini dimasyarakatkan dan mulai populer, juga tak ada data yang bisa menggubris bukti sejarah. Adalah Moang M. MANDALANGI PAREIRA dan EDMUNDUS PAREIRA, dua bersaudara sekandung asal kampung Sikka, pensiunan guru SD yang berminat besar dalam menghimpun dan menulis hikayat lama, menceriterakan dalam brosur stensilan "WAKE PU'ANG" tentang berbagai kemungkinan atau pendapat mengenai kapan orang mulai menyebut Alok Sikka sebagai MAUMERE.
Dalam sejarah Gereja Katolik di Flores, tersebutlah Pastor C. LEQOQ D' ARMANVILLE, SJ, tiba di pelabuhan Maumere pada tanggal 22 Mei 1881. Pastor yang kelak menjadi pastor paroki Sikka itu mencatatdalam buku hariannya: "Maumere terletak di pesisir utara pulau Flores, di teluk Geliting. Sebuah desa dengan empat dusun, yaitu Wolokoli, Kota, Kabu Kabor?) dan Wutek (Wuring?). Nama lain bagi Maumere ialah Sikka Kesik atau Sikka Lotik atau Alok Sikka, dan ada yang menyebut ALOK WOLOKOLI".
Itu berarti nama Maumere sudah dikenal sebelum tahun 1881. Malah Pastor J.P.N. SANDERS, Pr, pastor wilayah Larantuka pada tanggal 3 Juli 1861, menulis surat kepada Uskupnya di Batavia, antara lain: "Pada tanggal 20 Juni 1861 yang lalu saya telah melakukan perjalanan misi saya ke Sikka dan daerah terpencil lainnya.... Sesudah pelayaran tujuh hari, saya tiba di Geliting.... Oleh karena tak ada kerja di situ, saya naik perahu lagi dan pergi ke Maumere". Dalam laporannya yang cukup panjang itu, Pastor Sanders berulang kali menulis MAUMERE.
Sebegitu jauh tak ada data lain lagi untuk me¬yakinkan kita, sejak kapan nama Maumere itu dimasyarakatkan dan diabadikan. Dengan surat Pastor Sanders itu dapatlah disimpulkan bahwa nama Mau-mere sudah dipergunakan oleh masyarakat setempat jauh sebelum tahun 1861. Kapan persisnya, tak pernah bisa diungkit. Sementara itu sampai tahun enam puluhan dalam abad 20 ini sebutan ALOK masih terdengar dalam percakapan sehari-hari.
Ironisnya, jika benar bahwa nama Maumere yang kesohor, yang sangat dibanggakan dan dihormati ini berasal dan sebutan orang-orang Ende yang menjadi kelasi kapal. Oleh karena itu, adakah generasi sekarang mau membuat sejarah untuk merobah nama Maumere ini, misalnya menjadi kota ALOK MARIA, atau nama lain yang rasanya lebih cocok dan tepat dengan bahasa, budaya dan sejarah Sikka? Ini tergantung pada kemauan dan keberanian kita jua.

Menjadi Ibukota Pemerintahan

Sejak awal terbentuknya Kerajaan Sikka, yaitu kira-kira pada tahun 1607, pusat pemerintahan ber¬markas di kampung Sikka, di istana " LEPO GETE" (Kini di atas reruntuhan istana LEPO GETE itu, Pemerintah Kabupaten Sikka membangun kembali Rumah Adat itu pada tahun 2000 dengan biaya Rp 100 juta, untuk melestarikan sejarah, budaya dan sekaligus menjadi obyek wisata).
Terkecuali Raja SIKU KORUN DA CUNHA (sekitar tahun 1800) dan Raja PRISPIN DA CUNHA (1850) yang inenetap di Maumere.
Ketika Raja Sikka DON ANDREAS JATI XIMENES DA SILVA memegang kekuasaan (1871-1898), beliau secara resmi menerima kedatangan Misionaris pertama asal Belanda, P.C. OMZIGHT SJ, pada tahun 1873 di Maumere. Demikian pula dalam masa pemerintahannya itu, Pemerintah Belanda untuk pertama kalinya membenum seorang "Posthouder" pada tanggal 24 Agustus 1879 di Maumere. Posthouder G.A.VAN SIEK itulah yang menyarankan agar Raja Sikka sebaiknya selalu berada di Maumere. Sebab ketika itu Maumere sudah ramai sekali sebagai tempat pertemuan para pedagang dad berbagai jurusan. Termasuk para pedagang Cina yang mulai membuka toko-toko dengan menjual serba macam barang dagangan. Kehadiran raja sangat diperlukan untuk mengelola penyelenggaraan pemerintahan, mengatur ketertiban umum, mendistribusikan tanah, pengamanan daerah pelabuh¬an dan lain sebagainya.
Saran yang baik itu sangat menarik perhatian sang Raja Sikka. Secara bertahap mulai diarahkan rencana dan perhatian untuk memindahkan ibukota Kerajaan Sikka ke Maumere. Akan tetapi barn pada tanggal 26 Pebruari 1894 dipancangkanlah tiang pertama bangunan istana Raja Sikka itu di Maumere. Danpada tanggal 8 Maret 1894 diselenggarakan suatu pesta rakyat yang marak meriah dengan acara main dadu dan sabung ayam selama seminggu sebagai tanda peresmian pembangunan istana itu (di atas puing istana Raja Jati itu sekarang berdiri bangunan rumah dua bersaudara sekandung keturunan Raja Sikka, MIKHAEL DA SILVA dan RAFAEL DA SILVA). Namun demikian, Raja Sikka masih tetap saja berdiam di kampung Sikka. Beliau datang ke Maumere hanya sesewaktu apabila perlu atau diminta Posthouder.
DON JOSEPHUS NONG MEAK DA SILVA dinobatkan menjadi Raja Sikka ke-14 pada tahun 1903. Pada mulanya beliau menetap di kampung Sikka, dan barn pada tahun 1918 (tanggal dan bulan tidak tercatat), beliau mengambil keputusan untuk memindah¬kan ibukota pemerintahan Kerajaan Sikka ke Maumere (versi lain menyebutkan kepindahan itu terjadi tahun 1917, menurut tulisan P.S. DA CUNHA dalam surat khabar Mingguan "BENTARA" Ende edisi tanggal 15 Juni 1954).
Raja NONG MEAK membangun istananya, yang disebut oleh masyarakat setempat sebagai "Oring Sirat", di lokasi yang sekarang sudah berdiri bangunan Losmen Lareska, sedangkan bangunan kantor pemerintahan Kerajaan Sikka (Landschaap Sikka) terletak di Kompleks Lapangan Tugu (sementara ini sudah menjadi lokasi sakral Patung "KRISTUS RATU ITANG").
Sampai dengan tahun 1944, Raja Sikka DON THOMAS terus melanjutkan pembangunan Kota Mau-mere, antara lain pasar, toko, jalan-jalan, rumah para pegawai, perkampungan penduduk, termasuk memba¬ngun istana kediaman Raja Sikka.
Raja Sikka DON THOMAS inilah yang patut ditokohkan sebagai putra daerah peletak dasar dan pemikir mula, awal modernisasi pembangunan kota Maumere. Konsepnya ini mulai dikembangkan semenjak beliau memangku jabatan Raja Sikka pada tahun 1920 hingga ajal menjemputnya pada tanggal 18 Mei 1954 di Ende. Lebih-lebih pada tahun-tahun awal Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Gagasannya yang cemerlang dan karya dengan kerja keras yang tidak kenal lelah, kini dilanjutkan oleh para penerima tongkat estafet kepemimpinannya dalam tampuk pemerintahan para Bupati Kepala Daerah Otonom Tingkat II Sikka sejak tahun 1960.


Luluh Lantak Dihantam Born Sekutu

Kehadiran Jepang menguasai Pulau Flores, telah mengundang incaran Sekutu. Maka Kota Maumere yang dijadikan sebagai basis pertahanan Angkatan Perang Kerajaan Jepang, menjadi mangsa dan sasaran pemboman. Rentetan peristiwa tragis yang menimpa Kota Maumere itu, menurut catatan D.D. Pareira Kondi, adalah sebagai berikut:

1.Tanggal 23 Januari 1944 Sekutu menjatuhkan born pertama kali, dan merusakkan Toko Batu, Toko Liong, Toko Makasar; tercatat dua orang meninggal dan bayak yang terkena cedera ringan;

2.Tanggal 14 Juli 1944, diperkirakan dua puluhan pesawat udara terbang melintasi kota Maumere dan menjatuhkan bom lagi. Banyak rumah penduduk dan kantor pemerintah menjadi rusak total. Jumlah orang yang mati tidak tercatat;

3.Tanggal 17 Juli 1944 sebuah kapal Jepang yang sedang berlabuh di perairan dekat Pulau Besar, terbakar;

4.Tanggal 27 Juli 1944 Istana Raja Sikka dibumi hanguskan oleh bom Sekutu (sehari sebelumnya, tanggal 26 Juli 1944, putra sulung DON THOMAS, yaitu DON J.D.X. DA SILVA menikah dengan Nona Rosalia Kaunang di Hadakewa);

5.Tanggal 28 Juli 1944 giliran Bandar Udara Waioti terkena bom laknat itu;

6.Tanggal 31 Juli 1944 bagian lain dari Kota Maumere hancur lebur dihantam bom Sekutu. Banyak penduduk mengungsi ke pedalaman.


Sebelum pemboman itu terjadi, penduduk kota Maumere telah mengungsi keluar menuju ke kampung¬kampung untuk rnenyelamatkan diri. Sementara itu DON THOMAS memindahkan ibu kota pemerintahan ke Dihit (sekarang desa Korowuwu, Kecamatan Lela). Setelah Jepang menyerah, masyarakat kembali memasuki kota Maumere, menyaksikan Tentara Sekutu (NICA) yang lalu lalang. Penduduk mulai membenahi kembali rumah diamnya dan membangun kehidupan masa depannya.


Maumere Setelah Dibom Sekutu

Kebrutalan perang membuat Kota Maumere mengalami nasib sial. Bangunan-bangunan luluh lantak, tinggal puing. Wajahnya nampak bopeng. Patung Kristus berwarna putih yang dikagumi Tasuku Sato, hancur berantakan. Kenyataan pahit dari insiden nahas itu telah mendorong Raja Sikka DON THOMAS berbuat sesuatu. Beliau merencanakan pembangunan suatu kota bare untuk menjadi ibu kota Swaparaja Sikka yang lebih representatif, dengan memperhitung¬kan kemungkinan perluasan di masa depan oleh perkembangan pemerintahan dalam berbagai dimensi dengan segala aspek dan dampaknya.
Dengan kegiatan penelitian dan perencanaan oleh seorang ahli tata kota dari Departemen PekerjaanUmum, dibantu oleh J. DENGAH dari DPU Ende, dan dukungan ketrampilan serta pengalaman Bruder FRANS BAKKER SVD, gagasan DON THOMAS ini mulai dilaksanakan pada tahun 1947-1948. "Proyek" ini rampung menurut kebutuhan zaman itu, pada awal tahun lima puluhan. Dananya diperoleh antara lain dari Particuliere Opbow Dienst (POD) Kupang.

Sekarang kita lihat "KOTA BARU MAUMERE" sebagai kawasan elite Kabipaten Sikka. Di situ berdiri Kantor-Kantor Pemerintah, Gedung DPRD Rumah Pejabat dan Perumahan para Pegawai. Selebihnya lokasi Markas Kepolisian, Lembaga Pemasyarakatan, Pasar, Rumahsakit, Persekolahan, Biara, Kompleks Pedagangan dan Pelabuhan Laut, pusat pemukiman penduduk, dengan jalur jalan, dalam wujudnya kini kita saksikan dan nikmati, adalah bagman dan rencana penataan yang dirancang sejak masa pemerintahan DON THOMAS. Dalam pada itu, DON THOMAS harus dicatat pula sebagai pemikir dan pemrakarsa pembangunan Bandar Udara Waioti, yang mulai dikerjakan pada tahun 1943-1944 dalam masa pendudukan Jepang. Melihat itu semua, tepatlah jika dikatakan bahwa Raja Sikka DON THOMAS inilah fundator dan pemikir mula, awal modernisasi pembangunan kota Maumere.
Ditetapkannya Maumere sebagai ibu kota pemerintahan adalah suatu karya besar dengan makna yang sangat berharga dari para pendahulu kita. Kenyataan sekarang menunjukkan bahwa posisi Maumere termasuk dalam jalur dalam" ("jalur luar" terletak di garis lurus selatan Pulau Flores, Laut Sawu), dan telah dikembangkan sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, perekonomian, perindustrian, pertahanan dan keamanan, kepariwisataan, kegiatan sosial dan keaga¬maan. Prospek masa depannya cerah, karena letaknya yang tampan dan strategis, serta memiliki banyak peluang yang sangat potensial.
Gagasan dan karya DON THOMAS membangun Kota Maumere, kini terus diperbaharui, digalakkan dan ditingkatkan oleh para penerima tongkat estafet kepe¬mimpinarmya. Tentu saja oleh kemajuan zaman, apalagi dengan dana, sarana dan fasilitas yang lebih baik dan teknologi yang semakin canggih, tingkat pekerjaan pembangunan sekarang akan jauh lebih bermutu.